Sabtu, 10 Mei 2014

Deep Interview Sekjend IKAMAGI 2013/2014

BIODATA
Nama : Firman Wiratama (Firman) 

Tempat, tgl lahir: Bukittinggi, 20 Desember 1993
Tinggi badan: 175,9 cm



1. Ceritakan tentang siapa diri Anda termasuk pendidikan dan kegiatan terakhir Anda sehari-hari.
Saya adalah seorang anak dari bapak Ali Amran dan Ibu Suwitta. Saya adalah anak kedua dari tujuh bersaudara dan sekarang menjadi mahasiswa D-III Gizi di Poltekkes Kemenkes Padang, semester 4. Cita-cita saya adalah menjadi seorang ahli gizi yang profesianal dan tentunya masih banyak lagi. Saat ini saya membantu usaha orang tua dan sangat hobi berorganisasi dan juga berbisnis hahahhaaa.... 

2. Dapatkah Anda menceritakan sesuatu yang begitu menarik atau unik tentang Anda?
Saya adalah manusia super KEPO terutama terhadap masalah-masalah yang dihadapi orang lain. Bagi saya semakin banyak masalah yang bisa saya pecahkan jadi semakin banyak pelajaran yang saya dapat. Contohnya seperti masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

3. Apa yang membuat Anda tertarik untuk mencalonkan diri sebagai Sekjend IKAMAGI?
Yang pertama karna saya ingin IKAMAGI lebih dikenal lagi, dan yang kedua saya ingin menyalurkan inovasi-inovasi yang saya miliki untuk IKAMAGI agar IKAMAGI lebih baik kedepannya. Oya, satu lagi saya ingin menepati janji saya untuk mencalonkan diri dalam pemilihan IKAMAGI periode 2013/2014, hehe.

4. Sebutkan diri Anda dalam 5 kata.
Saya adalah orang kreatif, inovatif, dan visioner. 

5. Apa yg ingin Anda kembangkan atau Anda ingin tunjukkan di masa kepengurusan Anda?
Yang ingin saya kembangkan adalah sayap IKAMAGI dengan cara memperbanyak koneksi dengan organisasi-organisasi gizi lainnya. Contohnya seperti PERSAGI, ILMAGI, dan lainnya. Dan yang ingin saya tunjukkan pada kepengurusan saya adalah menunjukan keberadaan IKAMAGI dengan inovasi, sebagai contoh mengadakan acara atau kegiatan yang sasarannya adalah masyarakat seperti saat acara MUNAS di Malang insysa Allah kami akan mengadakan stand kesehatan untuk masyarakat sekitar.

6.Sejauh ini, apa yang menjadi kendala Anda untuk mengontrol perkembangan di IKAMAGI? 
Kendala yang saya alami adalah komunikasi, karna para pengurus posisinya berjauhan sehingga agak susah dalam memantau dan mengkoordinirnya.

7. Apakah visi dan misi Anda sudah mencapai target?
Visi misi saya... Saya rasa untuk mengembangkan sayap IKAMAGI sudah berjalan karena saya sudah memperbanyak jaringan ke organisasi-organisasi lain. Dan visi misi yang lain sedang dalam proses menuju sukses. Amin.

8. Bagaimana cara Anda membagi waktu antara akademik dengan IKAMAGI?
Cara saya membagi waktu. Saya rasa sama saja karena setiap hari saya juga memikirkan perkuliahan dan IKAMAGI, pada waktu-waktu senggang saya memantau bagaimana kinerja dari anggota saya tapi kendala yang terjadi disini beberapa ada yang jarang tersambung akibat jaringan di wilayah tersebut.

9. Apa program IKAMAGI dalam waktu dekat ini?
Program IKAMAGI dalam waktu dekat ini adalah MUSWIL (Musyawarah Wilayah) dan GEDORA (Gerakan donor darah).

10. Bagaimana perkembangan IKAMAGI sejauh ini?
IKAMAGI sejauh ini masih berjalan dengan baik walau masih ada anggota yang susah dihubungi, saya harap untuk keanggotaan lebih bertanggung jawab atas apa yang telah di embannya. Ingat!! Tidak satu jalan menuju Roma.

11. Pengalaman positif apa yang pernah Anda alami dan bisa dibagi kepada kita untuk menjadi inspirasi?
Saya dulunya bukan orang yang aktif di sekolah, tapi semenjak saya mendengar keluhan-keluhan orang mengenai suatu


kebijakan, saya berpikir kalau kita tidak boleh hanya mengeluh tapi kita harus bertindak dengan menjadikan diri kita berada pada posisi itu dan merubah kebijakan itu menjadi lebih baik lagi. Sehingga saya selalu aktif dalam organisasi-organisasi yang ada agar dapat memberikan inovasi baru dalam organisasi tersebut, jadi intinya siapa lagi yang akan merubah negeri kita ini menjadi lebih baik kalau bukan kita.
Baiklah itu saja dari say. Saya harap untuk teman-teman yang berorganisasi agar lebih bertanggung jawab dengan apa yang diemban karna dalam organisasi itu saling mempengaruhi satu sama lain jika satu yang tidak jalan maka yang lainnya bisa lumpuh karna hal yang satu tersebut. Ingat jabatan yang besar menyimpan tanggung jawab yang besar.

Minggu, 04 Mei 2014

JURNAL 4

PENGARUH KONSELING TERHADAP KETEPATAN POSISI DAN
PELEKATAN BAYI PADA PEMBERIAN AIR SUSU
IBU DI KLINIK SOPHIARA MAKASSAR

Ida Sari1, Sirajuddin2, Lydia Fanny2
1Alumni Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes, Makassar
2Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes, Makassa

Abstract

Background  : successfull breastfeeding is determine by mother supporting to correct breasfeeding. Skill for position and attacment is two key successfull breasfeeding mother and clinical pratice in healthy services delivery.

Objectives : to indetified effect of counselling skill for good attacment and position baby to mathers in Delivery Hospital Sopiara Makassar.

Methods :  These reasearch design is quasy experimental. Sample size is 17 person to selected by all  patiens registered in Januari 2011 in Hospital Sopiara Makassar. Data colleted by observation resfeeding process with observational brestfeeding form by WHO/Unicef. Data analysis by McNemar test.

Results: age of baby less than 12 hours (88,2%). Common  problems for breastfeeding practices is less bonding 14.29%, bad support of breast 19.05% and less oxytocine reflex 14,29%. Good positions is in line head and shoulders before 17.65% to 100% after counselling. Good attachment before 88.24% to 100%. Statistical analyzed show that not significant of position before after counselling (p=0.250) and significant of attachment before after counselling (p=0.000).

Suggestion: each clinical delivery hospital has a breastfeeding counsellor for supporting breastfeeding practices in health services. The next issue is effect of weigh gain by breastfeeding practice.

Keyword : Positions and Attachment, Counselling Breastfeeding.

LATAR BELAKANG
Peningkatan pemberian ASI telah menjadi kesepakatan global sejak dicanangkannya sepuluh sasaran kesejahteraan anak sedunia pada  World Summit For Children  tahun 1990 dan deklarasi Innocenti tentang  promotion and support  of breastfeeding  pada tahun yang sama. Memberikan ASI terutama ASI eksklusif pada bayi merupakan hak anak, yang ditegaskan dalam konvensi hak anak bahwa Negara akan menjamin dan tak seorangpun anak akan kehilangan haknya untuk memperoleh pelayanan dan perawatan kesehatan (Roesli,2004)
Pada tingkat Nasional, pemberian ASI eksklusif ditentukan dari berbagai survey. Menurut hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002/2003,    menunjukkan bahwa   data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi diusia 2 bulan hanya mencakup 64 % dari total bayi yang ada. Presentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi yakni 46 % pada usia 2  –  3 bulan dan 14 % pada usia 4 – 5 bulan, bahkan lebih memprihatinkan bahwa 13 % bayi dibawah 2 bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2  –  3 bulan, telah diberikan makanan tambahan (NSS/Nutrition health Surveillance System,2002).
Pemberian ASI selalu dianjurkan karena ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi. ASI  mengandung zat-zat gizi yang lengkap, mudah dicerna, diserap, dan bermanfaat bagi optimalisasi imunitas, pertumbuhan, dan perkembangan bayi serta membina hubungan kasih sayang antara bayi dan ibunya (Depkes, 2007)
Di Indonesia terutama di  kota-kota besar,  terlihat tendensi penurunan pemberian ASI khususnya ASI eksklusif karena adanya kecendrungan dari masyarakat untuk melakukan atau meniru sesuatu yang dianggap modern, padahal sudah menjadi tradisi  dan budaya yang sangat bagus. Nenek moyang kita, ternyata sudah sangat arif, bisa menangkap keagungan dan anugerah dari Tuhan untuknya, suatu kemunduran kiranya kalau budaya nan bagus itu hilang saat ini (Rahmawati, 2009).
Berdasarkan data  Nutrition Health Surveillance System (NSS)  antara HKI dan Departemen Kesehatan di Makassar serta Provinsi Sulawesi Selatan tahun 1999-2003 menunjukkan penurunan    pemberian  ASI eksklusif yang cukup tajam, yaitu umur 0-1 bulan di Kota Makassar pada tahun 1999 sebanyak 51% menjadi 41% pada tahun 2003, sedangkan di pedesaan Sulawesi Selatan pada tahun 1999 sebanyak 46% menjadi 39% pada tahun 2003. Umur 2-3 bulan di Kota Makassar pada tahun 1999 sebanyak 45% menjadi 32% pada tahun 2003, sedang di pedesaan Sulawesi Selatan pada tahun 1999 sebanyak 45% menjadi 32% pada tahun 2003. Umur 4-5 bulan di Kota Makassar pada tahun 1999 sebanyak 21% menjadi 10% pada tahun 2003, sedang di pedesaan Sulawesi Selatan pada tahun 1999 sebanyak 17% menjadi 13% pada tahun 2003 (NSS, 2003).

METODE
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen  semu  ,  tanpa kelompok  kontrol. Intervensi  yang  diberikan  adalah  konseling kepada setiap  ibu nifas  di  Klinik Bersalin Sophiara Makassar. Konseling dilakukan oleh konselor laktasi yang berpengalaman. Seluruh instrument pengamatan menyusui digunakan sebelum konseling berlangsung untuk menentukan kesulitan menyusui.
Frekuensi konseling tidak ditentukan dalam penelitian ini karena mempertimbangkan  etika penelitian yang tidak dapat membedakan klien berdasarkan disain riset. Alasannya jika ditemukan kesulitan maka dilakukan perbaikan selama klien masih menjalani perawatan di Klinik  Bersalin Sophiara Makassar, jadi frekuensi  konseling disesuaikan dengan lamanya    tinggal  di klinik yaitu 0 - 24 jam.
Penelitian dilaksanakan pada  tahun 2011 di  klinik Sophiara Kecamatan Antang Kota Makassar.  Populasi ialah aeluruh Ibu menyusui  rawat inap di klinik Sophiara yang mengalami kesulitan dalam pemberian ASI. Cara mengetahui kesulitan menyusui adalah dengan melalui  pengamatan  dengan memakai Format menurut  WHO/UNICEF.  Setelah diketahui ibu menyusui mengalami masalah dalam pemberian ASI maka dimasukkan calon responden (klien)  intervensi.Terbatasnya waktu penelitian maka semua populasi dijadikan sampel  sebanyak 17  orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi berdasarkan pedoman WHO/Unicef.
Data ketepatan Posisi dan Pelekatan bayi diukur dengan skala ordinal dengan menghitung jumlah item pengamatan yang tepat dibanding semua item yang seharusnya dimiliki pada posisi dan pelekatan bayi yang ideal. Ketepatan posisi dan pelekatan dinyatakan dalam persen (%) ketepatan. Jumlah total item pengamatan sebanyak 23 item untuk identifikasi posisi dan pelekatan tepat dan 23  item untuk posisi dan pelekatan tidak tepat. Jadi untuk menilai ketepatan adalah 23  dikurangi jumlah item yang diamati tepat dikali 100. Analisis data penelitian ini menggunakan  alternatif    beda rerata sebelum dan setelah konseling yaitu Uji McNemar. Analisis data menggunakan program SPSS  for windows.

HASIL
Kondisi Umum Ibu dan Bayi Saat Pengamatan Menyusui

Pelaksanaan konseling di Klinik Sophiara Makassar didasarkan pada kondisi ibu nifas dan bayinya, yang  dapat digambarkan sebagai berikut :
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa  dari enam point instrumen pengamatan  kondisi umum ibu dan bayi sebelum konseling,  dua item diantaranya tidak menunjukkan tanda kesulitan yaitu    100% ibu tampak sehat dan juga bayi sehat.
Bayi yang menunjukkan  kemampuan untuk mencari payudara ibu sebanyak 88,23% dan masih  ditemukan sebanyak 11,76% yang tidak mampu menunjukkan respon pencarian payudara ibunya (rooting reflex)
Parameter rileks  dan  kenyamanan diketahui hanya 94,11% yang tampat rilekssementara lainnya sebanyak 5,89% bayi  dan ibu  menunjukkan ketegangan dan tidak nyaman.  Tanda bonding antara ibu dengan bayi menunjukkan 82,35% sudah terlihat, dan 17,65%  belum menunjukkan tanda bonding



Kemampuan Mengisap
Salah satu indikator utama dalam menilai keberhasilan menyusu adalah kemampuan mengisap bayi yang diamati dengan menggunakan empat point pengamatan. Hasil penelitian  tentang kemampuan mengisap bayi sebelum konseling dilakukan adalah sebagai berikut :
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa ada dua point pengamatan yang  menunjukkan indikasi kuat bahwa ibu memiliki kesulitan dalam menyusui adalah tidak terlihatnya tanda reflek oksitosin yaitu sebanyak 17,65%. Hal lain yang sama adalah bayi tidak melepaskan sendiri  payudara waktu selesai menyusu sebanyak 117,65%. Sedangkan  pipi membulat waktu mengisap masih ada 5,89%  yang belum terlihat .

Ketepatan Posisi Sebelum Konseling
Ketepatan Posisi dalam kegiatan menyusui merupakan kunci pokok untuk ketepatan pelekatan.  Hasil pengamatan di Klinik Sophiara Makassar sebagai  berikut :

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa ada dua    point pengamatan yang menunjukkan kondisi kesulitan yaitu, bayi tidak ditopang seluruhnya sebanyak    82,35%, kepala dan badan bayi tidak dalam  satu garis lurus sebanyak 82,35%.  Sedangkan posisi bayi mendekat ke payudara hidung berhadapan dengan puting  dan  bayi dipegang dekat badan ibu sudah benar semua .

Ketepatan Pelekatan Sebelum Konseling
Ketepatan pelekatan dalam  kegiatan menyusui merupakan faktor penting dalam mengatasi kesulitan menyusui bayi.  Hasil pengamatan di Klinik Sophiara sebagai berikut:
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa ada dua  point pengamatan yang menunjukkan kondisi kesulitan yaitu pada point dagu bayi menempel pada payudara 11,76%  tidak tepat,  dan tampak areola lebih banyak dibawah bibir juga masih 88,24% tepat.
Setelah kegiatan konseling maka posisi dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa setelah dilakukan konseling, ke empat    indikator ketepatan posisi sudah mampu dilakukan dengan baik oleh ibu

Ketepatan Pelekatan Setelah Konseling
Setelah kegiatan konseling maka ketepatan pelekatan dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
Grafik 6. Hasil Pengamatan KetepatanPelekatan Bayi  setelah konseling

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa  setelah dilakukan konseling,semua ibu nifas telah mampu melakukan pelekatan bayinya secara tepat menurut empat indikator  diatas. Hasil ini membuktikan bahwa ibu dapat menerima konseling dan akhirnya keterampilan ibu dalam pelekatan yang tepat dapat dilakukan  dengan mudah dengan hasil yang baik.
Pelekatan yang tepat hanya dapat dilakukan jika posisi juga sudah tepat. Jadi kunci keberhasilan pelekatan bayi adalah jika posisi badan bayi dan badan ibu sudah sesuai dimana seluruh badan bayi menghadap  ke badan ibu.

Pengaruh konseling terhadap ketepatan posisi
Dua  parameter yang menunjukkan adanya perubahan nyata dalam keberhasilan menyusui yaitu perubahan prosentase pada kemampuan ibu untuk menopang bayi dengan benar. Sebelum konseling ditemukan hanya 17,65%  ibu yang mampu menopang dengan benar , namun setelah konseling berubah
menjadi 100%.
Posisi kepala dan badan bayi dalam satu garis lurus awalnya hanya 17,65% berubah menjadi 100%.
Hasil analisis Uji Mc  Nemar diketahui  tidak ada  perbedaan prosentase tingkat ketepatan posisi sebelum dan setelah konseling dengan nilai signifikansi p=0.250

Pengaruh konseling terhadap ketepatan pelekatan
Dua parameter yang menunjukkan adanya perubahan nyata dalam keberhasilan menyusui yaitu  dagu bayi menempel pada payudara dan tampak lebih banyak areola diatas bibir  masing-masing  awalnya hanya 88,24%,  setelah kegiatan konseling  berubah menjadi 100%.
Hasil  analisis Uji Mc  Nemar diketahui ada perbedaan persentase tingkat ketepatan pelekatan  sebelum dan setelah konseling dengan nilai signifikansi p=0.000

PEMBAHASAN
Pengaruh konseling terhadap ketepatan Posisi
Walaupun pemberian ASI/menyusui  itu merupakan proses alamiah, namun untuk mencapai keberhasilan menyusui diperlukan pengetahuan dan teknik menyusui yang benar. Dua    parameter yang menunjukkan adanya perubahan nyata dalam keberhasilan menyusui yaitu perubahan prosentase pada kemampuan  ibu untuk menopang  bayi dengan benar. Sebelum  konseling ditemukan hanya 17,65% yang mampu menopang dengan benar,    namun setelah  di  konseling berubah menjadi 100%.
Sedangkan posisi kepala dan badan bayi dalam satu garis lurus awalnya juga 17,65%  kemudian  berubah menjadi 100% setelah konseling.
Hasil analisis Uji Mc  Nemar  diketahui bahwa tidak ada perbedaan prosentase tingkat ketepatan posisi sebelum dan setelah konseling dengan nilai signifikansi p=0.250
Secara teoritis disebutkan bahwa  ada berbagai macam posisi menyusui  yang biasa dilakukan adalah dengan duduk,  berdiri atau berbaring dan ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu seperti menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara memegang bola (football posisition), dimana kedua bayi  disusui bersamaan kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar penuh ,bayi ditengkurapkan diatas dada ibu,  tangan ibu sedikit menahan kepala bayi,  dengan posisi ini maka bayi tidak akan tersedat.
Semua posisi yang benar dapat dicapai jika dilakukan konseling menyusui secara baik khususnya selama ibu nifas masih berada di klinik bersalin bahkan saat masih melakukan kontak kehamilan pada    fasilitas pelayanan kesehatan.

Pengaruh konseling terhadap ketepatan pelekatan
Dua parameter yang menunjukkan adanya perubahan nyata dalam keberhasilan menyusui yaitu  dagu bayi menempel pada payudara dan tampak areola lebih banyak diatas bibir  dibanding dibawah bibir, sebelum konseling keduanya 88,24%  kemudian berubah menjadi 100% setelah dikonseling.
Hasil analisis Uji Mc  Nemar  diketahui ada perbedaan persentase tingkat ketepatan pelekatan  sebelum dan setelah konseling dengan nilai signifikansi p=0.000
Pelekatan adalah cara ibu memegang bayi dan meletakkan pada badan ibu yang menyebabkan bayi nyaman bersamanya sambil menyusu. Teknik pelekatan yang benar adalah bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara. Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang rendah (agar kaki ibu tidak  menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi. Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah,  dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan).
Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu,dan yang satu di depan. Perut bayi menempel pada badan ibu,  kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi).  Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus. Ibu menatap bayi dengan kasih sayang. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas, jari yang lain menopang  dibawah,  jangan menekan puting susu atau areola payudara
Bayi diberi ransangan agar membuka mulut (rooting reflex) dengan cara menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut  bayi. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan pada payudara ibu dan puting serta kalang payudara dimasukkan ke mulut bayi. Usahakan sebagian besar kalang dapat masuk ke mulut bayi, sehingga puting susu berada dibawah langit-langit  dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak dibawah kalang payudara.
Setelah bayi mulai menghisap payudara tidak perlu dipegang  atau disangga lagi.  Cara menyusui yang tidak benar akan mengakibatkan puting susu lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Untuk mengetahui bayi telah menyusu dengan teknik    yang benar dapat dilihat dari :
1.       Bayi tampak tenang
2.       Badan bayi menempel pada perut ibu
3.       Mulut bayi terbuka lebar
4.       Dagu menempel pada payudara ibu
5.       Sebagian besar kalang payudara masuk ke mulut bayi
6.       Bayi tampak menghisap kuat dengan irama perlahan
7.       Puting susu ibu terasa tidak nyeri
8.       Telinga dan tangan bayi terlihat pada satu garis lurus

Posisi  dan pelekatan  bayi saat menyusui  memberi    pengaruh yang cukup nyata dalam menjamin pasokan ASI    kepada bayi. Data menunjukkan bahwa salah satu penyebab kejadian gizi kurang pada usia < 6 bulan    disebabkan karena pemberian ASI yang tidak optimal.

KESIMPULAN
1.       Ketepatan posisi  pada  pemberian ASI sebelum konseling di Klinik Sophiara Kota Makassar  masih  ditemukan kesulitan. Pada kemampuan menopang badan bayi yaitu  17,65%  sudah  tepat, dan kemampuan menempatkan kepala dan badan bayi dalam posisi sejajar dalam satu garis lurus  17,65%  tepat.
2.       Ketepatan pelekatan pemberian ASI sebelum konseling di Klinik Sophiara Kota Makassar  juga masih  ditemukan kesulitanyaitu pada  point pengamatan dagu bayi menempel pada payudara  masih ada11,76%    tidak tepat,  dan kemampuan untuk menempatkan  areola lebih banyak diatas bibir dibanding dibawah bibir yaitu88,24%  sudah tepat
3.       Ketepatan posisi setelah konseling adalah 100% untuk semua item pengamatan.
4.       Ketepatan pelekatan setelah konseling adalah 100% untuk semua item pengamatan.
5.       Hasil analisis statistik diketahui bahwa tidak  ada pengaruh pemberian  konseling pada ketepatan posisi  antara sebelum dan setelah konseling, sedangkan untuk ketepatan pelekatan ada  pengaruh terhadap ketepatan posisi sebelum dan setelah konseling  dilakukan  di Klinik Sophiara Makassar.

SARAN
1.       Setiap klinik bersalin  harus  memiliki bidan konselor laktasi yang bertugas memberikan konseling kepada ibu menyusui agar teknik pemberian ASI tepat, sehingga bayi mendapat asupan ASI dan zat gizi yang  optimal  sesuai dengan kebutuhannya.
2.       Peneliti selanjutnya meneliti pengaruh konseling laktasi terhadap kenaikan berat badan bayi.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes, 2007 .  Panduan Pelatihan Konseling menyusui,  Depkes, Jakarta.
NSS  , 2002.  Breastfeeding and Complementary  Feeding Practice in Rural South Sulawesi, Crisis Bulletin, Thn 4, Volume 26, Desember 2002.
Roesli, U,  2004.  SDM Mendatang Tergantung ASI Eksklusif. (Online). (http://www.gizi.net.com). Diakses 15 Juli 2010
Roesli, U, 2005.  Petunjuk praktis menyusui, Trubus Agriwidya, Jakarta, 2005
Rahmawati, 2009.  Peran Kadarsi pada input dan proses prgram peningkatan pemberian ASI Eksklusif di kecamatan Tanete Rilau Kab.Barru  ,Skripsi FKM UH.2009
Senarath U, 2010, Factors Associated With Nonexclusive Breastfeeding in 5 East and Southeast Asian Countries: A Multilevel Analysis, J Hum Lact. 26(3):248-257
.