PENGARUH KONSELING
TERHADAP KETEPATAN POSISI DAN
PELEKATAN BAYI PADA
PEMBERIAN AIR SUSU
IBU DI KLINIK
SOPHIARA MAKASSAR
Ida Sari1,
Sirajuddin2, Lydia Fanny2
1Alumni Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan
Kemenkes, Makassar
2Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes,
Makassa
Abstract
Background : successfull breastfeeding is determine by
mother supporting to correct breasfeeding. Skill for position and attacment is
two key successfull breasfeeding mother and clinical pratice in healthy
services delivery.
Objectives : to indetified effect of
counselling skill for good attacment and position baby to mathers in Delivery
Hospital Sopiara Makassar.
Methods : These reasearch design is quasy experimental.
Sample size is 17 person to selected by all
patiens registered in Januari 2011 in Hospital Sopiara Makassar. Data
colleted by observation resfeeding process with observational brestfeeding form
by WHO/Unicef. Data analysis by McNemar test.
Results: age of baby less than 12 hours
(88,2%). Common problems for
breastfeeding practices is less bonding 14.29%, bad support of breast 19.05%
and less oxytocine reflex 14,29%. Good positions is in line head and shoulders
before 17.65% to 100% after counselling. Good attachment before 88.24% to 100%.
Statistical analyzed show that not significant of position before after
counselling (p=0.250) and significant of attachment before after counselling
(p=0.000).
Suggestion: each clinical delivery
hospital has a breastfeeding counsellor for supporting breastfeeding practices in
health services. The next issue is effect of weigh gain by breastfeeding
practice.
Keyword : Positions and Attachment,
Counselling Breastfeeding.
LATAR BELAKANG
Peningkatan pemberian ASI telah menjadi kesepakatan
global sejak dicanangkannya sepuluh sasaran kesejahteraan anak sedunia
pada World Summit For Children tahun 1990 dan deklarasi Innocenti
tentang promotion and support of breastfeeding pada tahun yang sama. Memberikan ASI terutama
ASI eksklusif pada bayi merupakan hak anak, yang ditegaskan dalam konvensi hak
anak bahwa Negara akan menjamin dan tak seorangpun anak akan kehilangan haknya
untuk memperoleh pelayanan dan perawatan kesehatan (Roesli,2004)
Pada tingkat Nasional, pemberian ASI eksklusif
ditentukan dari berbagai survey. Menurut hasil Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2002/2003,
menunjukkan bahwa data jumlah
pemberian ASI eksklusif pada bayi diusia 2 bulan hanya mencakup 64 % dari total
bayi yang ada. Presentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia
bayi yakni 46 % pada usia 2 – 3 bulan dan 14 % pada usia 4 – 5 bulan,
bahkan lebih memprihatinkan bahwa 13 % bayi dibawah 2 bulan telah diberi susu
formula dan satu dari tiga bayi usia 2
– 3 bulan, telah diberikan
makanan tambahan (NSS/Nutrition health Surveillance System,2002).
Pemberian ASI selalu dianjurkan karena ASI merupakan
makanan yang terbaik bagi bayi. ASI
mengandung zat-zat gizi yang lengkap, mudah dicerna, diserap, dan
bermanfaat bagi optimalisasi imunitas, pertumbuhan, dan perkembangan bayi serta
membina hubungan kasih sayang antara bayi dan ibunya (Depkes, 2007)
Di Indonesia terutama di kota-kota besar, terlihat tendensi penurunan pemberian ASI
khususnya ASI eksklusif karena adanya kecendrungan dari masyarakat untuk
melakukan atau meniru sesuatu yang dianggap modern, padahal sudah menjadi
tradisi dan budaya yang sangat bagus.
Nenek moyang kita, ternyata sudah sangat arif, bisa menangkap keagungan dan
anugerah dari Tuhan untuknya, suatu kemunduran kiranya kalau budaya nan bagus
itu hilang saat ini (Rahmawati, 2009).
Berdasarkan data
Nutrition Health Surveillance System (NSS) antara HKI dan Departemen Kesehatan di
Makassar serta Provinsi Sulawesi Selatan tahun 1999-2003 menunjukkan
penurunan pemberian ASI eksklusif yang cukup tajam, yaitu umur
0-1 bulan di Kota Makassar pada tahun 1999 sebanyak 51% menjadi 41% pada tahun
2003, sedangkan di pedesaan Sulawesi Selatan pada tahun 1999 sebanyak 46%
menjadi 39% pada tahun 2003. Umur 2-3 bulan di Kota Makassar pada tahun 1999
sebanyak 45% menjadi 32% pada tahun 2003, sedang di pedesaan Sulawesi Selatan
pada tahun 1999 sebanyak 45% menjadi 32% pada tahun 2003. Umur 4-5 bulan di
Kota Makassar pada tahun 1999 sebanyak 21% menjadi 10% pada tahun 2003, sedang
di pedesaan Sulawesi Selatan pada tahun 1999 sebanyak 17% menjadi 13% pada
tahun 2003 (NSS, 2003).
METODE
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu
, tanpa kelompok kontrol. Intervensi yang
diberikan adalah konseling kepada setiap ibu nifas
di Klinik Bersalin Sophiara
Makassar. Konseling dilakukan oleh konselor laktasi yang berpengalaman. Seluruh
instrument pengamatan menyusui digunakan sebelum konseling berlangsung untuk
menentukan kesulitan menyusui.
Frekuensi konseling tidak ditentukan dalam penelitian
ini karena mempertimbangkan etika
penelitian yang tidak dapat membedakan klien berdasarkan disain riset.
Alasannya jika ditemukan kesulitan maka dilakukan perbaikan selama klien masih
menjalani perawatan di Klinik Bersalin
Sophiara Makassar, jadi frekuensi
konseling disesuaikan dengan lamanya
tinggal di klinik yaitu 0 - 24
jam.
Penelitian dilaksanakan pada tahun 2011 di
klinik Sophiara Kecamatan Antang Kota Makassar. Populasi ialah aeluruh Ibu menyusui rawat inap di klinik Sophiara yang mengalami
kesulitan dalam pemberian ASI. Cara mengetahui kesulitan menyusui adalah dengan
melalui pengamatan dengan memakai Format menurut WHO/UNICEF.
Setelah diketahui ibu menyusui mengalami masalah dalam pemberian ASI
maka dimasukkan calon responden (klien)
intervensi.Terbatasnya waktu penelitian maka semua populasi dijadikan
sampel sebanyak 17 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan
metode observasi berdasarkan pedoman WHO/Unicef.
Data ketepatan Posisi dan Pelekatan bayi diukur
dengan skala ordinal dengan menghitung jumlah item pengamatan yang tepat
dibanding semua item yang seharusnya dimiliki pada posisi dan pelekatan bayi
yang ideal. Ketepatan posisi dan pelekatan dinyatakan dalam persen (%)
ketepatan. Jumlah total item pengamatan sebanyak 23 item untuk identifikasi
posisi dan pelekatan tepat dan 23 item
untuk posisi dan pelekatan tidak tepat. Jadi untuk menilai ketepatan adalah 23 dikurangi jumlah item yang diamati tepat
dikali 100. Analisis data penelitian ini menggunakan alternatif
beda rerata sebelum dan setelah konseling yaitu Uji McNemar. Analisis
data menggunakan program SPSS for
windows.
HASIL
Kondisi Umum Ibu dan Bayi Saat Pengamatan Menyusui
Pelaksanaan konseling di Klinik Sophiara Makassar
didasarkan pada kondisi ibu nifas dan bayinya, yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa dari enam point instrumen pengamatan kondisi umum ibu dan bayi sebelum
konseling, dua item diantaranya tidak
menunjukkan tanda kesulitan yaitu 100%
ibu tampak sehat dan juga bayi sehat.
Bayi yang menunjukkan
kemampuan untuk mencari payudara ibu sebanyak 88,23% dan masih ditemukan sebanyak 11,76% yang tidak mampu
menunjukkan respon pencarian payudara ibunya (rooting reflex)
Parameter rileks
dan kenyamanan diketahui hanya
94,11% yang tampat rilekssementara lainnya sebanyak 5,89% bayi dan ibu
menunjukkan ketegangan dan tidak nyaman. Tanda bonding antara ibu dengan bayi
menunjukkan 82,35% sudah terlihat, dan 17,65%
belum menunjukkan tanda bonding
Kemampuan Mengisap
Salah satu indikator utama dalam menilai keberhasilan
menyusu adalah kemampuan mengisap bayi yang diamati dengan menggunakan empat
point pengamatan. Hasil penelitian
tentang kemampuan mengisap bayi sebelum konseling dilakukan adalah
sebagai berikut :
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa ada
dua point pengamatan yang menunjukkan
indikasi kuat bahwa ibu memiliki kesulitan dalam menyusui adalah tidak
terlihatnya tanda reflek oksitosin yaitu sebanyak 17,65%. Hal lain yang sama
adalah bayi tidak melepaskan sendiri
payudara waktu selesai menyusu sebanyak 117,65%. Sedangkan pipi membulat waktu mengisap masih ada
5,89% yang belum terlihat .
Ketepatan Posisi Sebelum Konseling
Ketepatan Posisi dalam kegiatan menyusui merupakan
kunci pokok untuk ketepatan pelekatan.
Hasil pengamatan di Klinik Sophiara Makassar sebagai berikut :
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa ada
dua point pengamatan yang menunjukkan
kondisi kesulitan yaitu, bayi tidak ditopang seluruhnya sebanyak 82,35%, kepala dan badan bayi tidak
dalam satu garis lurus sebanyak
82,35%. Sedangkan posisi bayi mendekat
ke payudara hidung berhadapan dengan puting
dan bayi dipegang dekat badan ibu
sudah benar semua .
Ketepatan Pelekatan Sebelum Konseling
Ketepatan pelekatan dalam kegiatan menyusui merupakan faktor penting
dalam mengatasi kesulitan menyusui bayi.
Hasil pengamatan di Klinik Sophiara sebagai berikut:
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa ada
dua point pengamatan yang menunjukkan
kondisi kesulitan yaitu pada point dagu bayi menempel pada payudara 11,76% tidak tepat,
dan tampak areola lebih banyak dibawah bibir juga masih 88,24% tepat.
Setelah kegiatan konseling maka posisi dapat dilihat
pada grafik dibawah ini:
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa
setelah dilakukan konseling, ke empat
indikator ketepatan posisi sudah mampu dilakukan dengan baik oleh ibu
Ketepatan Pelekatan Setelah Konseling
Setelah kegiatan konseling maka ketepatan pelekatan
dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
Grafik 6. Hasil Pengamatan
KetepatanPelekatan Bayi setelah
konseling
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa setelah dilakukan konseling,semua ibu nifas
telah mampu melakukan pelekatan bayinya secara tepat menurut empat
indikator diatas. Hasil ini membuktikan bahwa
ibu dapat menerima konseling dan akhirnya keterampilan ibu dalam pelekatan yang
tepat dapat dilakukan dengan mudah
dengan hasil yang baik.
Pelekatan yang tepat hanya dapat dilakukan jika
posisi juga sudah tepat. Jadi kunci keberhasilan pelekatan bayi adalah jika
posisi badan bayi dan badan ibu sudah sesuai dimana seluruh badan bayi
menghadap ke badan ibu.
Pengaruh konseling terhadap ketepatan posisi
Dua parameter
yang menunjukkan adanya perubahan nyata dalam keberhasilan menyusui yaitu
perubahan prosentase pada kemampuan ibu untuk menopang bayi dengan benar.
Sebelum konseling ditemukan hanya 17,65%
ibu yang mampu menopang dengan benar , namun setelah konseling berubah
menjadi 100%.
Posisi kepala dan badan bayi dalam satu garis lurus
awalnya hanya 17,65% berubah menjadi 100%.
Hasil analisis Uji Mc
Nemar diketahui tidak ada perbedaan prosentase tingkat ketepatan posisi
sebelum dan setelah konseling dengan nilai signifikansi p=0.250
Pengaruh konseling terhadap ketepatan pelekatan
Dua parameter yang menunjukkan adanya perubahan nyata
dalam keberhasilan menyusui yaitu dagu
bayi menempel pada payudara dan tampak lebih banyak areola diatas bibir masing-masing awalnya hanya 88,24%, setelah kegiatan konseling berubah menjadi 100%.
Hasil analisis
Uji Mc Nemar diketahui ada perbedaan
persentase tingkat ketepatan pelekatan
sebelum dan setelah konseling dengan nilai signifikansi p=0.000
PEMBAHASAN
Pengaruh konseling terhadap ketepatan Posisi
Walaupun pemberian ASI/menyusui itu merupakan proses alamiah, namun untuk
mencapai keberhasilan menyusui diperlukan pengetahuan dan teknik menyusui yang
benar. Dua parameter yang menunjukkan
adanya perubahan nyata dalam keberhasilan menyusui yaitu perubahan prosentase
pada kemampuan ibu untuk menopang bayi dengan benar. Sebelum konseling ditemukan hanya 17,65% yang mampu
menopang dengan benar, namun
setelah di konseling berubah menjadi 100%.
Sedangkan posisi kepala dan badan bayi dalam satu
garis lurus awalnya juga 17,65%
kemudian berubah menjadi 100%
setelah konseling.
Hasil analisis Uji Mc
Nemar diketahui bahwa tidak ada
perbedaan prosentase tingkat ketepatan posisi sebelum dan setelah konseling
dengan nilai signifikansi p=0.250
Secara teoritis disebutkan bahwa ada berbagai macam posisi menyusui yang biasa dilakukan adalah dengan
duduk, berdiri atau berbaring dan ada
posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu seperti menyusui bayi
kembar dilakukan dengan cara memegang bola (football posisition), dimana kedua
bayi disusui bersamaan kiri dan kanan.
Pada ASI yang memancar penuh ,bayi ditengkurapkan diatas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, dengan posisi ini maka bayi tidak akan tersedat.
Semua posisi yang benar dapat dicapai jika dilakukan
konseling menyusui secara baik khususnya selama ibu nifas masih berada di
klinik bersalin bahkan saat masih melakukan kontak kehamilan pada fasilitas pelayanan kesehatan.
Pengaruh konseling terhadap ketepatan pelekatan
Dua parameter yang menunjukkan adanya perubahan nyata
dalam keberhasilan menyusui yaitu dagu
bayi menempel pada payudara dan tampak areola lebih banyak diatas bibir dibanding dibawah bibir, sebelum konseling
keduanya 88,24% kemudian berubah menjadi
100% setelah dikonseling.
Hasil analisis Uji Mc
Nemar diketahui ada perbedaan
persentase tingkat ketepatan pelekatan
sebelum dan setelah konseling dengan nilai signifikansi p=0.000
Pelekatan adalah cara ibu memegang bayi dan meletakkan
pada badan ibu yang menyebabkan bayi nyaman bersamanya sambil menyusu. Teknik
pelekatan yang benar adalah bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara. Ibu
duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi
yang rendah (agar kaki ibu tidak
menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi. Bayi
dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada
lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah, dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan).
Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu,dan
yang satu di depan. Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya
membelokkan kepala bayi). Telinga dan
lengan bayi terletak pada satu garis lurus. Ibu menatap bayi dengan kasih
sayang. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas, jari yang lain menopang dibawah,
jangan menekan puting susu atau areola payudara
Bayi diberi ransangan agar membuka mulut (rooting
reflex) dengan cara menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi
mulut bayi. Setelah bayi membuka mulut,
dengan cepat kepala bayi didekatkan pada payudara ibu dan puting serta kalang
payudara dimasukkan ke mulut bayi. Usahakan sebagian besar kalang dapat masuk
ke mulut bayi, sehingga puting susu berada dibawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari
tempat penampungan ASI yang terletak dibawah kalang payudara.
Setelah bayi mulai menghisap payudara tidak perlu
dipegang atau disangga lagi. Cara menyusui yang tidak benar akan
mengakibatkan puting susu lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi
produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Untuk mengetahui bayi telah
menyusu dengan teknik yang benar dapat
dilihat dari :
1.
Bayi tampak tenang
2.
Badan bayi menempel pada perut ibu
3.
Mulut bayi terbuka lebar
4.
Dagu menempel pada payudara ibu
5.
Sebagian besar kalang payudara masuk ke mulut
bayi
6.
Bayi tampak menghisap kuat dengan irama perlahan
7.
Puting susu ibu terasa tidak nyeri
8.
Telinga dan tangan bayi terlihat pada satu garis
lurus
Posisi dan
pelekatan bayi saat menyusui memberi
pengaruh yang cukup nyata dalam menjamin pasokan ASI kepada bayi. Data menunjukkan bahwa salah
satu penyebab kejadian gizi kurang pada usia < 6 bulan disebabkan karena pemberian ASI yang tidak
optimal.
KESIMPULAN
1.
Ketepatan posisi
pada pemberian ASI sebelum
konseling di Klinik Sophiara Kota Makassar
masih ditemukan kesulitan. Pada
kemampuan menopang badan bayi yaitu
17,65% sudah tepat, dan kemampuan menempatkan kepala dan
badan bayi dalam posisi sejajar dalam satu garis lurus 17,65%
tepat.
2.
Ketepatan pelekatan pemberian ASI sebelum
konseling di Klinik Sophiara Kota Makassar
juga masih ditemukan
kesulitanyaitu pada point pengamatan
dagu bayi menempel pada payudara masih
ada11,76% tidak tepat, dan kemampuan untuk menempatkan areola lebih banyak diatas bibir dibanding
dibawah bibir yaitu88,24% sudah tepat
3.
Ketepatan posisi setelah konseling adalah 100%
untuk semua item pengamatan.
4.
Ketepatan pelekatan setelah konseling adalah
100% untuk semua item pengamatan.
5.
Hasil analisis statistik diketahui bahwa
tidak ada pengaruh pemberian konseling pada ketepatan posisi antara sebelum dan setelah konseling,
sedangkan untuk ketepatan pelekatan ada
pengaruh terhadap ketepatan posisi sebelum dan setelah konseling dilakukan
di Klinik Sophiara Makassar.
SARAN
1.
Setiap klinik bersalin harus
memiliki bidan konselor laktasi yang bertugas memberikan konseling
kepada ibu menyusui agar teknik pemberian ASI tepat, sehingga bayi mendapat
asupan ASI dan zat gizi yang optimal sesuai dengan kebutuhannya.
2.
Peneliti selanjutnya meneliti pengaruh konseling
laktasi terhadap kenaikan berat badan bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, 2007 . Panduan Pelatihan Konseling menyusui, Depkes, Jakarta.
NSS , 2002. Breastfeeding
and Complementary Feeding Practice in
Rural South Sulawesi, Crisis Bulletin, Thn 4, Volume 26, Desember 2002.
Roesli, U, 2004. SDM
Mendatang Tergantung ASI Eksklusif. (Online). (http://www.gizi.net.com).
Diakses 15 Juli 2010
Roesli, U, 2005. Petunjuk praktis menyusui, Trubus
Agriwidya, Jakarta, 2005
Rahmawati, 2009. Peran Kadarsi pada input dan proses prgram
peningkatan pemberian ASI Eksklusif di kecamatan Tanete Rilau Kab.Barru ,Skripsi FKM UH.2009
Senarath U, 2010, Factors
Associated With Nonexclusive Breastfeeding in 5 East and Southeast Asian
Countries: A Multilevel Analysis, J Hum Lact. 26(3):248-257
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar